KuzzMedia - Taman Nasional Aketajawe-Lolobata merupakan
kawasan lindung yang mengkombinasi dua
kawasan inti yang terpisah (kelompok hutan
lindung Aketajawe dan kelompok hutan Lolobata)
yang memiliki berbagai rangkaian habitat dan
spesies dari unit biogeografi kelompok Halmahera
dalam satu unit pengelolaan.
perlindungan yang diharapkan dari kombinasi dua
kawasan ini, antara lain adalah :
-Perlindungan terhadap perwakilan
keanekaragaman ekosistem dan rangkaian habitat
yang lengkap dari dataran rendah sampai
pegunungan, yang mencakup perwakilan asli dari
seluruh jenis habitat darat yang penting diPulau
Halmahera.
-Perlindungan daerah resapan air yang penting
bagi kawasan sekitarnya atau dibawahnya untuk
kebutuhan air masyarakat, pertanian, industri, dan
lainnya.
-Kawasan ini merupakan pilihan bagi masyarakat
hutan Tugutil untuk dapat terus menjalankan cara
hidup tradisionalnya.
Sejarah
Pada tahun 1981, Rencana Konservasi Nasional
Indonesia mengusulkan penetapan empat
kawasan hutan lindung di Halmahera, yaitu
Aketajawe, Lolobata, Saketa, dan Gunung
Gamkonora. Tahun 2004 hutan lindung
Aketajawe seluas ± 77.100 hektar di Kabupaten
Halmahera Tengah dan Kota Tidore kepulauan
dan kelompok Hutan Lolobata seluas ± 90.200
hektar yang terdiri dari hutan lindung, hutan
produksi terbatas, hutan produksi tetap di
Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara (total
luas 167.300 ha) di rubah fungsinya menjadi
Taman Nasional Aketajawe – Lolobata.
Topografi dan Iklim
Kawasan Taman Nasional Aketajawe Lolobata
memiliki topografi datar, bergelombang, hingga
bergunung, tetapi tidak ada satupun gunung yang
besar.
Wilayah Maluku bagian Utara memiliki iklim laut
tropis dan iklim musim, sehingga iklim di wilayah
ini di pengaruhi oleh lautan dan bervariasi di
setiap bagian wilayah.
Kawasan Aketajawe Lolabata berada di wilayah
iklim Halmahera Tengah/Barat dan musim hujan
pada bulan Oktober – Maret dengan musim
pancaroba pada bulan April serta musim kemarau
pada bulan April – September yang di selingi
dengan angin Timur dan pancaroba pada bulan
September. Curah hujan Kawasan TN. Aketajawe
Lolobata antara 2000 – 2500 mm per tahun.
Flora dan Fauna
Taman Nasional Aketajawe-Lolobata memiliki tipe
hutan hujan dataran re dah dan hutan hujan
pegunungan. Kawasan hutan tersebut memiliki
potensi keanekaragaman hayati yang tinggi
antara lain berbagai jenis flora seperti damar
( Agathis sp ), bintangur ( Calophyllum inophyllum ),
benuang ( Octomeles sumatrana), kayu bugis
( Koordersiodendron pinnatum ), matoa ( Pometia
pinnata), merbau ( Intsia bijuga ), kenari ( Canarium
mehenbethene gaerta) dan nyatoh ( Palaquium
obtusifolium).
Fauna yang terdapat di TN AKETAJAWE
diperkirakan mencapai 51 jenis mamalia, 243
jenis burung, 42 jenis reptil, dan 6 jenis amfibi di
maluku utara. Mamalia endemik yang terdapat
didalamyayaituKuskus ( Phalanger sp ). Jenis
lainnya antara lain babi hutan ( Sus scrofa ), dan
rusa ( Cervus timorensis ). Untuk satwa unggas
terdapat 243 jenis burung antara lain mandar
gendang ( Habroptila walacii), cekakak murung
( Todiramphus diops), kepudang sungu Halmahera
( Coracina parvula ), kepudang Halmahera ( Oriolus
phaeochromus). Dari 42 jenis reptil diantaranya
adalah katak mulut sempit ( Callulops
dubia, Caphixalus montanus ), biawak air
( Hydrosaurus warneri ), dan biawak darat
( Varanus sp ). Dan dari 6 jenis amfibi antara lain
belalang ( Cranaekukenthali spp) , kupu-kupu raja
( Papilio heringi ) , capung ( Selysioneura thalia,
Synthemis spp) dan keong darat ( Palaeohelicina
zoae ).
Wisata
Kawasan konservasi ini memiliki lansekap yang
luar biasa potensinya untuk menarik wisatawan,
seperti panorama alam, air terjun, atraksi
kehidupan berbagai burung di habitat aslinya,
lokasi penelitian serta terdapat budaya tradisional
masyarakat Tugutil.
Budaya masyarakat Tugutil merupakan daya tarik
wisata yang potensial, disamping pengetahuannya
dalam pemanfaatan kekayaan tanaman obat.
Bagi para petualang yang cinta keindahan alam,
khususnya pecinta burung ini adalah merupakan
surga burung yang tidak ada bandinganya
dimanapun. Ini adalah tempat empat dari lima
spesies burung endemik yang secara global
hampir punah, serta tempat jenis burung bernilai
ekonomi cukup tinggi, yaitu bidadari Halmahera
( Semioptera wallacei) dan kakatua putih
( Cacatua alba ).
Sumber : Buku Informasi 50 taman Nasional di
Indonesia. Ditjen PHKA – Kementerian Kehutanan
R.I.